Keutamaan Bismillah

Jika Anda mengetok pintu rumah seorang mentri, pintu dibukakan. Lalu Anda katakan "Saya datang atas nama Presiden Republik Indonesia". Tentulah Anda akan diterima dengan baik oleh sang mentri. Demikianlah adanya kalau Anda memulai sesuatu dengan "Bismillahirrahmaanirrahiim".

Bismillahhirrahmanirrahim: Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang (With the name of Allâh,the Most Gracious, the Ever Merciful), dia adalah ayat pertama dalam surat Al-Fatihah: Pembuka (The Opening), dalam Al-Quran.

Allah mengajari kita memulai sesuatu dengan menyebut nama Dia. Bukankah dengan menyebut dan membawa-bawa nama Presiden saja di depan seorang mentri, pekerjaan kita menjadi lancar. Apatah lagi jika kita membawa nama Allah, didalam memulai segala urusan dengan semua makhluk yang Dia ciptakan.

Ada pelajaran menarik dari Surat Al Fatihah ini yang perlu kita renungi. Perhatikan penggunaan bentuk persona yang digunakan yaitu bentuk orang ketiga (He). Dengan nama Allah (with the name of Allah), atau kita bisa sebut Dengan nama Dia (with the name of He). Ayat ini dilanjutkan dengan sifat-sifat Dia (He), Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, Tuhan Semesta Alam, Maha Menguasai Hari Kemudian.

Tetapi pada ayat setelah itu: Kepada Mu lah kami menyembah dan kepada Mu lah kami minta tolong (You alone do we worship and You alone do we implore for help). Bentuk persona yang digukanan adalah bentuk orang kedua (You).

Kalau Anda perhatikan bahwa bentuk persona ketiga (He) digunakan dalam pemujian kita kepada Allah. Sedangkan bentuk persona kedua (You) digunakan dalam permintaan (tolong) kita kepada Dia.

Kalau tetangga Anda datang, lalu memuji Anda : "Pak, Bapak orang Baik, saya sangat senang dengan Bapak (Sir, You are kind, You are generous)". Anda mungkin senang. Tetapi kalau tetangga Anda datang ke tetangga lainnya (dan secara diam-diam terdengar oleh Anda) : "Bapak yang tinggal di ujung jalan itu orang baik lho (Do you know He is kind, He is generous)". Anda (yang tahunya secara diam-diam) pasti akan senang. Hati Anda berbunga-bunga, karena Anda menjadi perbincangan tetangga akan kebaikan Anda.

Demikianlah Allah tampaknya mengajari kita, kalau mau memuji orang, pujilah lewat orang lain. Atau pujilah didepan orang-orang lain. Kalau kita memuji seseorang didepan orang-orang lain bukankan orang yang kita puji kita sebut nama dia atau kita pakai kata ganti orang ketiga?

Kalau Anda memuji Pak Amir di depan teman-temannya Anda akan katakan "Pak Amir itu baik" atau "He is kind".

Lihatlah dalam ayat 1 - 4:

1. Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

2. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam

3. Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang

4. Yang Menguasai Hari Kemudian

Semuanya menggunakan bentuk persona ketiga.

Sangat berbeda pada waktu masuk ayat ke 5.

5. Kepada Mu lah kami menyembah dan kepada Mu lah kami minta tolong (You alone do we worship and You alone do we implore for help).

Sewaktu kita membaca ayat ke 5 itu serasa Allah ada di depan kita. Sehingga kita berkata kepada Engkau saja aku menyembah (You Alone do we worship).

Seakan-akan Allah mengajari kita, kalau mau minta tolong ke seseorang, datanglah secara private (one-to-one). Kalau kita minta tolong ke seseorang kita mengatakan: "Maukah Anda menolong saya (would You like to help me)".

Di-ayat ini terkandung hikmah lainnya, bahwa Allah tidak membutuhkan perantara, bagi umatnya yang mau berdoa kepada dia, meminta pertolongan. Dia tepat berada di depan kita. Bukankan kita berucap dengan kata-kata "Engkau". Semestinyalah "Engkau" itu ada dihadapan kita bukan? Kalau kita pakai perantara berarti kita menampatkan Allah sebagai orang ke tiga. Kita akan meminta kepada perantara kita "Aku minta tolong kepada Dia (Allah)". Dengan harapan perantara kita itu yang nanti akan menyampaikan kepada Allah.

Ternyata tidak demikian yang diajari oleh Allah. "I stand before you (Aku berdiri di hadapan mu), why don't you ask Me anything". Demikian rasa hati kita, ketika membaca ayat ini.

Meminta pertolongan pada manusia

Alkisah, di suatu Universitas, seorang dosen pergi melanjutkan study S3-nya ke kota lain. Dia pergi begitu saja, tanpa meminta ijin kepada ketua jurusannya. Sang ketua jurusan mengetahui hal tersebut sangatlah marah. Lewat seorang saudara dan teman, sang dosen akhirnya mengetahui bahwa sang ketua Jurusan marah besar. Kakak perempuan Sang Dosen akhirnya menasehati Sang Dosen. "Pergilah menghadap Pak Ketua Jurusan itu, kemukakan alasan-alasan kenapa kamu mesti terbang buru-buru. Mintalah tolong dengan rendah hati, dan bawakanlah buah tangan buat dia".

Berbekal nasehat itu, sang Dosen terbang, dan menuju rumah Sang Ketua Jurusan. Dengan membawa istri dan 5 orang anaknya yang masih kecil-kecil, di ketok pintu rumah Sang Ketua Jurusan. Disampaikanlah alasan, kenapa dia mesti buru-buru terbang ke Bandung, semua untuk perbaikan karir demi keluarga dan anak-anak dia yang masih kecil. Tidak lupa sang dosen memohon maaf secara tulus, dan minta tolong kepada sang Ketua Jurusan agar diberi ijin. Tidak lupa dia menyerahkan buah tangan berupa biskuit kaleng ke sang Ketua Jurusan.

Tersentuhlah hati sang ketua jurusan, dan dengan ikhlas memaafkan dan memberi surat ijinnya.

Sang Ketua Jurusan, pastilah melihat perjalanan yang jauh mau ditempuh oleh sang Dosen bertamu ke rumah dia, sembari membawa sesuatu (buah tangan) secara ikhlas, dan dilihat betapa sederhananya dan jujurnya sang dosen menyampaikan bahwa semua yang dia lakukan itu demi menolong keluarga dan anak-anak dia, sedemikian membuat tergerak hatinya, untuk memaafkan dan menolong.

Demikianlah tampaknya hikmah ayat ke 5 surat Al-Fathihah ini. Kepada Mu sajalah aku menyembah, dan Kepada Mu sajalah aku Minta tolong (You alone do we worship and You alone do we implore for help). Kalaulah minta tolong kepada manusia saja kita harus berusaha dulu, apa lagi kepada Allah. Kita harus menyembah Dia dulu (dalam arti kita harus patuh pada aturan-aturan dia dulu), baru Dia akan menolong kita.

Kepada manusia saja yang kita mintakan tolong, kita sebaiknya membawa buah tangan, apatah lagi minta tolong kepada Allah. Buah tangan yang diinginkan Allah, tentulah semua amalan baik kita, semua sedekah kita, dst.

Demikianlah Allah mengajari kita, kalau mau sesuatu berusahalan dulu. Bukankah kalau anak kita minta uang untuk beli komputer, kita akan lihat-lihat dulu, usahanya maksimal tidak, untuk mendapatkan komputer tersebut. Apakah dia sudah patuh pada ibunya, PR dikerjakan, rumah di bersihkan, menyenangkan hati orang tua, berbuat baik pada adik. Setelah upaya-upaya baik itu dia lakukan, kalau dia minta uang untuk beli komputer, dan kita punya uangnya, dengan senang hati pastilah kita ajak dia ke toko komputer?

Demikianlah sekelumit hikmah surat Al-Fatihah. Wallahu,alam

Posting Komentar